BAB 2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.     Konsep Dasar Medik
1.    Pengertian
Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronik, disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium ditandai dengan demam, anemia, dan splenomegali. (Arif Mansjoer, 2000)
Malaria merupakan penyakit parasit yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi serta mengakibatkan anemia hemolitik berat. (Price & Wilson, 2005)
Malaria adalah penyakit yang ditularkan vektor dan menjadi masalah kesehatan, dimana hal ini sangat mempengaruhi tingginya angka kesakitan dan kematian bayi, anak balita dan ibu melahirkan, serta menyerang penduduk usia kerja yang mengakibatkan turunnya atau rendahnya produktifitas kerja. (Depkes. RI, 2004)
Malaria adalah penyakit infeksi dengan demam berkala, yang disebabkan oleh Parasit Plasmodium dan ditularkan oleh sejenis nyamuk Anopheles. (David Rubenstein, 2007)

2.    Anatomi dan Fisiologi
Beberapa sistem retikuloendotelial yang berpengaruh terhadap penyakit malaria, yaitu :
a.    Hati
Hati adalah kelenjar paling besar di dalam tubuh. Hati berada di bagian kanan atas rongga abdomen, memenuhi hampir semua hipokandrium kanan dan tepat di bawah diafragma. Hati mempunyai dua lobus utama, lobus kana jauh lebih besar daripada lobus sebelah kiri. Lobus kanan terletak di atas fleksur kolik kanan dan dari ginjal kanan sedangkan lobus kiri terletak di atas lambung.










Gambar 1
Letak Hati

1).    Struktur hati
Hati terbagi dalam dua belahan utama, kanan dan kiri. Permukaan atas berbentuk cembung dan terletak di bawah diafragma, permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan, fisura tranversus. Permukaannya oleh berbagai pembuluh darah yang masuk – keluar hati. Fisura longitudinal memisahkan belahan kanan dan kiri di permukaan bawah, sedangkan ligament falciformis melakukan hal yang sama di permukaan atas hati. Selanjutnya hati dibagi lagi dalam empat belahan ( Kanan, Kiri dan kwardrata) dan setiap belahan atau lobus terdiri atas lobutus.















Gambar 2
Struktur Hati

Lobulus hepatica tampak berbentuk heksonal. Masing – masing berdiameter sekitar 1 mm dan mempunyai vena intralobular sentral kecil ( tribute vena hepatica). Disekitar tepi lobulus terdapat kanal portal masing – masing berisi cabang vena porta (vena interlobular). Satu cabang arteri hepatica, dan satu duktus empedu kecil. Ketiga struktur ini bersatu dan disebut trial porta.
Lobulus tersusun atas sel-sel hati yang merupakan sel – sel besar dengan satu atau dua inti dan sitoplasma granular yang halus. Sel – sel hati diatur dalam lapisan – lapisan, satu sel yang tebal disebut lamina hepatica. Lamina ini tersusun tidak teratur untuk membentuk dinding dengan jembatan sel hati yang menghubungkan lamina di sekitarnya. Diantara lamina terdapat ruang berisi vena – vena kecil denga banyak anastomosis, diantaranya duktud empedu kecil yang disebut kanalikuli.
2).    Pembuluh darah hati












Gambar 3
Pembuluh Darah Hati

Hati mempunyai 4 (empat) pembuluh darah utama, yaitu :
a).    Arteri hepatica
Arteri hepatica, yang keluar dari aorta dan memberikan seperlima darahnya kepada hati : darah mempunyai kejenuhan oksigen 95 sampai 100 %
b).    Vena porta
Vena porta yang terbentuk dari vena lienalis dan vena mesenterika superior, mengantarkan empat perlima darahnya ke hati. Darah ini mempunyai kejenuhan oksigen hanya 70 % sebab beberapa O2 telah diambil oleh limpa dan usus. Darah vena porta ini membawa kepada hati zat makanan yang telah diabsorpsi oleh mukosa usus halus.
c).    Vena hepatica
Vena hepatica mengembalikan darah dari hati ke vena kava inferior. Di dalam vena hepatica tidak terdapat katup.
d).    Saluran empedu
Saluran empedu terbentuk dari penyatuan kapiler – kapiler empedu yang mengumpulkan empedu dari sel hati.
Empedu dibentuk di dalam sela – sela kecil di dalam sel hepar dan dikeluarkan melalui kapiler empedu yang halus atau kanalikilu empedu, yaitu saluran halus yang dimulai diantara sel hati, dan terletak diantara dua sel. Tetapi kanalikuli itu terpisah dari kapiler darah sehingga darah dan empedu tidak pernah tercampur.
Kemudian kapiler empedu berjalan ke pinggir lobula dan menuangkan isinya ke dalam saluran interlobular empedu dan saluran – saluran ini bergabung untuk membentuk saluran hepatica. Saluran empedu sebagian besar dilapisi epitalium silinder dan mempunyai dinding luar yang terdiri atas jaringan fibrus dan otot. Dengan cara berkontraksi dinding berotot pada saluran ini mengeluarkan empedu dari hati.
3).    Fungsi hati
a).    Fungsi Metabolik
(1)       Lemak yang disimpan dipecah-pecah untuk membentuk energi, proses ini disebut desaturasi
(2)       Kelebihan asam amino dipecah dan diubah menjadi urea
(3)       Obat – obatan dan racun didetoksifikasi
(4)       Vitamin A disintesis dari karoten
(5)       Hati adalah organ penghasil panas utama tubuh
(6)       Plasma protein disintesis
(7)       Sel – sel jaringan yang dipakai dipecah untuk membentuk asam urat dan urea
(8)       Kelebihan karbohidrat diubah menjadi lemak untuk disimpan sebagai lemak
(9)       Protombin
(10)    Antibodi dan antitoksin diproduksi
(11)    Heparin diproduksi
b).    Penyimpanan
(1)       Vitamin A dan D
(2)       Fantor anti anemia
(3)       Zat besi dari diet dan dari sel darah yang telah dipakai.
(4)       Glukosa disimpan sebagai glikogen dan diubah kembali menjadi glukosa jika terdapat glucagon, sesuai kebutuhan.
c).    Sekresi
Empedu dibentuk dari unsur – unsur yang dipecah oleh darah. Fungsi empedu, antara lain :
(1)       Empedu membantu dalam emulsi dan sponifikasi lemak di dalam usus halus oleh sifat alkalinya. Dengan cara ini area permukaan dan kerja enzim ditingkatkan
(2)       Empedu merangsang pristaltik usus, sehingga empedu bekerja sebagai laksatif alamiah
(3)       Empedu adalah saluran untuk sekresi pigmen dan subtansi toksit dan aliran darah, seperti alcohol dan obat lain.
(4)       Empedu berfungsi sebagai deodorant untuk feces, mengurangi bau yang menyengat. Hal ini semata – mata dihubungkan dengan kenyataan bahwa kekurangan empedu berarti pencernaan lemak buruk, sehingga lemak dalam usus tetap berlebihan, melapisi makanan lain dan mencegah pencernaan dan absorpsi. Akibatnya protein yang tidak dicerna diserang oleh bakteri dan mengalami dekomposisi yang menghasilkan kelebihan hydrogen yang disufurasi, yaitu gas yang menyebabkan bau feses abnormal, drainase yang menyengat dan berbau telur busuk.
b.    Limpa
1).    Struktur limpa
Struktur limpa ialah sebuah kelenjar ungu tua yang terletak disebagian kiri abdomen di daerah hipogastrium kiri di bawah iga kesembilan, sepuluh dan sebelas. Limpa berdekatan pada fundus dan permukaan luarnya menyentuh diafragma. Limpa menyentuh ginjal kiri, kelokan kolon di kiri atas, dan ekor pancreas.




















Gambar 4
Letak Limpa

Limpa terdiri atas jalinan struktur jaringan ikat. Diantara jalinan-jalinan terbentuk isi limpa atau pulpa yang terdiri atas jaringan limfe dan sejumlah besar sel darah. Limpa dibungkus oleh kapul yang terdiri atas jaringan kolagen dan elastic dan beberapa serabut otot halus ini berperan seandainya ada sangat kecil bagi fungsi limpa manusia. Dari kapsul itu keluar tajuk-tajuk yang disebut trabekulae yang masuk kedalam jaringan limpa dan membaginya dalam beberapa bagian.
2).    Fungsi limpa
a).    Sewaktu masa janin limpa membentuk sel darah merah dan mungkin pada orang dewasa juga masih mengerjakannya bila fungsi tulang rusak
b).    Sel darah merah yang sudah using dipisahkan dari sirkulasi
c).    Limpa juga menghasilkan limposit
d).    Diperkirakan limpa juga bertugas menghancurkan sel darah putih dan trombosit
e).    Sebagai bagian dari sistem retikulo-endotelial, limpa juga terlibat dalam perlindungan terhadap penyakit. Dan menghasilkan zat – zat antibodi.
c.    Darah
Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian, yaitu :
1).    Darah interseluler adalah cairan yang disebut plasma
2).    Di dalamnya terdapat unsur-unsur padat, yaitu sel darah terdiri dari :
a).    Sel darah merah (eritrosit)












Gambar 5
Sel Darah Merah

(1)    Struktur sel darah merah
Sel darah merah atau eritrosit berupa cakram kecil bikongkaf, cekung pada kedua sisinya, sehingga dilihat dari samping Nampak seperti dua buah bulan sabit yang saling bertolak belakang.
Konsentrasi sel-sel darah merah dalam darah, yaitu:
(a)   Pada pria normal, jumlah rata-rata sel darah merah per mm2 adalah 5.200.000.
(b)   Pada wanita normal, 4.700.000 mm2
(2)    Pembentukan sel darah merah
Sel darah merah dibentuk dalam sum-sum tulang, terutama tulang pendek, pipih dan tak beraturan, dari jaringan kanselus pada ujung tulang pipa dan dari sum-sum dalam batang iga dan dari sternum. Perkembangan sel darah merah dalam sum-sum tulang melalui berbagai tahap : sel pertama yang dapat dikenali adalah proeritoblas. Dengan rangsangan sesuai, maka dari sel-sel stem CFU-E dapat dibentuk banyak sekali sel ini.
Sekali proeritoblas ini terbentuk, maka ia akan membelah beberapa kali, sampai akhirnya akan terbentuk sel darah merah yang matur. Sel-sel generasi pertama ini disebut basofil eritoblas sebab dapat dipulas dengan zat warna basah, pada saat ini, sel mengumpulkan sedikit sekali hemoglobin. Pada generasi berikutnya, sel sudah dipenuhi oleh hemoglobin dengan konsentrasi sekitar 34 %, maka neukleus memadat menjadi kecil, dan sisanya akhirnya terdorong dari sel. Pada saat yang sama, reticulum endoplasmadi reabsorpsi. Pada tahap ini, sel disebut retikulosit karena masih mengandung sedikit bahan basofilik, yaitu terdiri dari sisa-sisa apparatus golgi, mitokondria, dan sedikit organel sitoplamik lainnya. Selama tahap retikulosit, sel-sel berjalan dari sum-sum tulang masuk ke dalam kapiler darah dengan cara diapedesis (terperas melalui pori-pori membrane kapiler).
Bahan basofil yang tersisa dalam retikulosit normalnya akan menghilang dalam waktu 1 sampai 2 hari dan sel kemudian menjadi eritrosit matur. Karena waktu hidup eritrosit pendek, maka konsentrasinya diantara seluruh sel darah merah dalam keadaan normal kurang dari 1 %.
Pembentukan sel darah merah dirangsang oleh hormon glikoprotein, eritroprotein, yang berasal dari ginjal.
Rata rata panjang hidup sel darah merah kira – kira 115 hari. Sel menjadi using, dan dihancurkannya dalam system hematologi, terutama dalam limfa dan hati
(3)    Hemoglobin dalam eritrosit
Hemoglobin ialah protein yang kaya akan zat besi. Ia memiliki afinitas (daya gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen itu membentuk oxihemoglobin di dalam sel darah merah. Dengan melalui fungi ini maka oksigen dibawa dari paru-paru ke jaringan-jaringan.
Jumlah hemoglobin dalam darah normal ialah kira-kira 15 gram setia 100 ml darah, dan jumlah ini biasanya disebut “100 persen”
(4)    Fungsi sel darah merah (eritrosit)
Mengangkut hemoglobin dan seterusnya mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan, serta menyingkirkan sebagian dari karbondioksida.
b).    Sel darah putih (leukosit)












Gambar 6
Sel Darah Putih

(1)    Struktur sel darah putih (leukosit)
Sel darah putih rupanya bening dan tidak berwarna, bentuknya lebih besar dari sel darah merah, tetapi jumlahnya lebih kecil. Dalam setiap millimeter kubik darah terdapat 6.000 sampai 10.000 (rata-rata 8.000) sel darah putih.
(2)    Jenis-jenis sel darah putih :
(a)   Netrofit (55% dari total)
Sum-sum tulang mempunyai tempat penyimpanan cadangan yang tetap, kapasitasnya sekitar 10 kali jumlah netrofil yang dihasilkan setiap hari. Bila timbul infeksi, netrofil cadangan ini dimobilisasi dan dilepaskan ke dalam sirkulasi, disana sel-sel tersebut berdiam 6-8 jam. Metode pertahanannya adalah proses fagositosis.
(b)   Eosinofil
Eosinofil mempunyai fungsi fagosit lemah yang tidak dipahami secara jelas. Mereka kelihatannya berfungsi pada reaksi antige-antibodi dan meningkat pada serangan asma, reaksi obat-obatan, dan infestasi parasit tertentu.
(c)    Basofil (0,5% sampai 1%)
Basofil membawa heparin, faktor-faktor pengaktifan histamine dan platelet dalam granula-granulanya untuk menimbulkan peradangan pada jaringan. Fungsi mereka yang sebenarnya tidak diketahui dengan pasti
(d)   Monosit (6%)
Monosit memiliki fungsi fagosit, membuang sel-sel cedera dan mati, fragmen – fragmen sel, dan mikroorganisme
(e)   Limfosit
Limfosit adalah leukosit mononuclear dalam darah perifer. Mereka memiliki inti bulat atau oval yang dikelilingi oleh pinggiran sitoplasma sempit berwarna biru yang mengandung sedikit granula
Terdapat dua jenis limfosit:
i)       Lifosit T- tergantung timus, berumur panjang, dibentuk dalam timus, dan bertanggung jawab atas respon kekebalan seluler melalui pembentukan sel yang reaktif antigen.
ii)     Limfosit B- tidak tergantung timus. Limfosit B tersebar dalam folikel-folikel kelenjar limfe, limpa dan pita-pita medula kelenjar limfe. Limfosit B jika dirancang dengan semestinya, berdeferensiasi menjadi sel-sel plasma yang menghasilkan imunoglobin, sel-sel ini bertanggung jawab atas respon kekebalan humoral.
c).    Trombosit
Trombosit adalah sel kecil kira-kira sepertiga ukuran sel darah merah. Terdapat 300.000 trombosit dalam setiap millimeter kubik darah. Peranannya penting dalam pengumpulan darah.
Untuk menghasilkan penggumpalan maka diperlukan empat factor:
(1)    Garam kalsium dan dalam keadaan normal ada dalam darah.
(2)    Sel yang terluka yang membebasakan trombokinase.
(3)    Trombin yang terbentuk dari protombin bila ada trombokinase.
(4)    Fibria yang terbentuk dari fibrinogen disamping thrombin.
Proses pengumpulan dapat dinyatakan dalam rumus:
Protombin + kalsium + trombokinase     =         Trombin
Thrombin + fibrinogen                               =         Fibrin
Fibrin + sel darah                               =Penggumpalan

3.    Etiologi
Malaria disebabkan oleh empat jenis plasmodium, yaitu antara lain :
a.    Plasmodium vivax.
Plasmodium vivax merupakan infeksi yang paling sering dan menyebabkan malaria tertiana (demam pada tiap hari ke tiga). Malaria tertiana biasanya menginfeksi eritrosit muda yang diameternya lebih besar dari eritrosit normal. Bentuknya mirip dengan plasmodium falcifarum, namun seiring dengan maturasi, tropozoit vivax berubah menjadi amoeboid. Gejala malaria jenis ini secara periodik 48 jam dengan gejala klasik trias malaria dan mengakibatkan demam berkala 4 hari sekali dengan puncak demam setiap 72 jam.
b.    Plasmodium falciparum.
Plasmodium falciparum memberikan banyak komplikasi dan mempunyai perlangsungan yang cukup ganas, mudah resisten dengan pengobatan dan menyebabkan malaria tropika (demam tiap 24 – 48 jam). Malaria tropika merupakan bentuk yang paling berat, ditandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia yang banyak dan sering terjadi komplikasi. Plasmodium ini berupa ring/cincin kecil yang berdiameter 1/3 diameter eritrosit normal dan akan menyerang sel darah merah seumur hidup.

c.    Plasmodium malariae.
Plasmodium malariae ini jarang ditemukan dan menyebabkan malaria quartana (demam tiap hari ke empat). Malaria ini memiliki ciri – ciri demam tiga hari sekali setelah puncak 48 jam. Gejala lain nyeri pada kepala dan punggung, mual, pembesaran limpa, dan malaise umum. Komplikasi jarang terjadi.
d.    Plasmodium ovale.
Plasmodium ovale memberikan infeksi yang paling ringan dan dapat sembuh spontan tanpa pengobatan, menyebabkan malaria ovale. Karakteristik yang dapat dipakai untuk identifikasi adalah bentuk eritrosit yang terinfeksi plasmodium ovale biasanya oval atau ireguler dan fibriated. Serangan paroksimal 3 – 4 hari dan jarang terjadi lebih dari 10 kali walaupun tanpa terapi dan terjadi pada malam hari.
Malaria juga melibatkan hospes perantara, yaitu manusia maupun vertebra lainnya, dan hospes definitive, yaitu nyamuk Anopheles. (Arif Mansjoer, 2000)










Gambar 7
Nyamuk Anopheles
4.    Epidemiologi
Malaria masih tetap menjadi penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian. Di Indonesia diperkirakan 50 orang menderita Malaria per 1000 penduduk. Pada tahun 1997 angka nasional kasus malaria 0,1% per 100.000 penduduk, tetapi pada tahun 2001 meningkat secara tajam mencapai 20% per 100.000 penduduk. (Ermi. ML. Ndoen, 2005)
Beberapa faktor yang mempengaruhi endemisitas malaria antara lain faktor sosial ekonomi, faktor lingkungan, faktor pelayanan kesehatan, dan perilaku kesehatan. Variasi geografis merupakan salah satu penyebab terjadinya malaria atau keadaan lain yang berhubungan dengan satu atau beberapa faktor, seperti lingkungan fisik, kemis, biologi, dan sosial ekonomi yang berada dari satu tempat ketempat lainnya. Faktor lain adalah konstitusi genetis dan etnis dari penduduk yang berbeda dan bervariasi seperti karakteristik demografi, perubahan lain yang berhubungan adalah variasi kultural terjadi dalam kebiasaan, pekerjaan, keluarga, hygiene perseorangan, dan bahkan persepsi tentang sakit dan sehat, faktor tersedianya pelayanan kesehatan.

5.    Patofisiologi
Daur hidup spesies malaria terdiri dari :
a.     Fase seksual.
Pembiakan ini terjadi di dalam tubuh nyamuk melalui proses sporogoni. Bila mikrogametosit (sel jantan) dan makrogametosit (sel betina) terhisap vektor bersama darah penderita, maka proses ini akan terbentuk zigot yang kemudian akan berubah menjadi ookinet dan selanjutnya menjadi ookista. Terakhir ookista pecah dan membentuk sporozoit yang tinggal dalam kelenjar ludah vektor.
Perbahan dari mikrogametosit dan makrogametosit sampai menjadi sporozoit di dalam kelenjar ludah vektor disebut masa tunas ekstrinsik atau siklus sporogoni. Jumlah sporokista pada setiap ookista dan lamanya siklus sporogani, pada masing – masing plasmodium berbeda.
b.    Fase aseksual
Fase aseksual terbagi atas fase jaringan dan fase eritrosit. Pada fase jaringan, sporozoit masuk dalam aliran darah ke sel hati dan berkembang biak membentuk skizon hati yang mengandung ribuan merozoit. Proses ini disebut skizogoni praeritrosit. Lama fase ini berbeda untuk tiap fase. Pada akhir fase ini, skizon pecah dan merozoit keluar dan membentuk hipnozoit dalam hati sehingga dapat mengakibatkan relaps jangka panjang dan rekurens.
Fase eritrosit dimulai dari merozoit dalam darah menyerang eritrosit membentuk trofozoit. Proses berlanjut menjadi trofozoit-skizon-merozoit. Setelah 2 – 3 generasi merozoit dibentuk, sebagian merozoit berubah menjadi bentuk seksual. Masa antara permulaan infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah masa prapaten, sedangkan masa tunas/inkubasi intrinsik dimulai dari masuknya sporozoit dalam badan hospes sampai timbulnya gejala klinis demam.





6.    Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang dapat ditemukan pada malaria secara umum, meliputi :
a.    Demam
Demam periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang (sporolasi). Pada Malaria Tertiana (Plasmodium Vivax dan Plasmodium Ovale), pematangan skizon tiap 48 jam maka periodisitas demamnya setiap hari ke – 3, sedangkan Malaria Quartana (Plasmodium Malariae) pematangannya tiap 72 jam dan periodisitas demamnya tiap 4 hari. Tiap serangan di tandai dengan beberapa gangguan demam periodik.
Gejala umum (gejala klasik) yaitu terjadinya “Tria Malaria” (Malaria Proxysm) secara berurutan :
1).    Periode dingin.
Mulai menggigil, kulit kering dan dingin, penderita sering membungkus diri dengan selimut atau sarung dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi – gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningktnya temperatur.
2).    Periode panas.
Muka merah, kulit panas dan kering, nadi cepat da panas tetap tinggi sampai 400C atau lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah – muntah, dapat terjadi syok (tekanan darah turun), kesadaran delirium sampai terjadi kejang (anak). Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat.


3).    Periode berkeringat.
Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah, temperature turun, penderita merasa capai dan sering tertidur. Bila pederita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa.
b.    Splenomegali
Splenomegali adalah pembesaran limpa yang merupakan gejala khas Malaria Kronik. Limpa mengalami kongesti, menghitam dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikut bertambah. Pembesaran limpa terjadi pada beberapa infeksi ketika membesar sekitar 3 kali lipat. Lien dapat teraba di bawah arkus costa kiri, lekukan pada batas anterior. Pada batasan anteriornya merupakan gambaran pada palpasi yang membedakan jika lien membesar lebih lanjut. Lien akan terdorong ke bawah ke kanan, mendekat umbilicius dan fossa iliaca dekstra.
c.    Anemia
Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat adalah anemia karena Plasmodium falciparum. Anemia disebabkan oleh :
1).    Penghancuran eritrosit yang berlebihan.
2).    Eritrosit normal tidak dapat hidup lama (reduced survival time).
3).    Gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang (diseritropoesis).
d.    Ikterus
Ikterus adalah diskolorasi kuning pada kulit dan sklera mata akibat kelebihan bilirubin dalam darah. Bilirubin adalh produk penguraian sel darah merah. Terdapat tiga jenis ikterus antara lain :
1).    Ikterus hemolitik
Disebabkan oleh lisisnya (penguaraian) sel darah merah yang berlebihan. Ikterus ini dapat terjadi pada destruksi sel darah merah yang berlebihan dan hati dapat mengkonjugasikan semua bilirubin yang dihasilkan.
2).    Ikterus hepatoseluler
Penurunan penyerapan dan konjugasi bilirubin oleh hati terjadi pada disfungsi hepeatosit dan disebut dengan hepatoseluler.
3).    Ikterus Obstruktif
Sumbatan terhadap aliran darah ke empedu keluar hati atau melalui duktus biliaris disebut dengan ikterus obstruktif.

7.    Komplikasi
Menurut Gandahusa, beberapa komplikasi yang dapat terjadi penyakit malaria adalah :
a.    Malaria otak.
Malaria otak merupakan penyulit yang menyebabkan kematian tertinggi (80%) bila dibandingkan dengan penyakit malaria lainnya. Gejala klinisnya dimulai secara lambat atau setelah gejala permulaan. Sakit kepala dan rasa ngantuk disusul dengan gangguan kesadaran, kelainan saraf dan kejang – kejang bersifat lokal atau menyeluruh.
b.    Anemia berat.
Komplikasi ini ditandai dengan menurunnya hematokrit secara mendadak. Seringkali penyulit ini disertai dengan edema paru. Angka kematian mencapai 50 %. Gangguan ginjal diduga disebabkan adanya Anoksia, penurunan alirah darah keginjal. Yang dikarenakan sumbatan kapiler, sebagai akibatnya terjadi penurunan filtrasi pada glomerulus.

c.    Edema paru.
Komplikasi ini biasanya terjadi pada wanita hamil dan setelah melahirkan. Frekuensi pernapasan meningkat. Merupakan komplikasi yang berat yang menyebabkan kematian. Biasanya disebabkan oleh kelebihan cairan dan Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS).

8.    Tes Diagnostik
Bila sebelumnya telah mempunyai dugaan akan adanya malaria pada seorang pasien (berdasar anamnesis yang teliti dan pemeriksaan klinis), maka segera dibuat preparat darah tebal dan tipis kemudian dilakukan pewarnaan. Preparat darah tebal diwarnai dengan pewarnaan giemsa atau field’stain, sedangkan preparat darah tipis dengan pewarnaan wright atau giemsa. Pewarnaan darah tebal untuk melihat plasmodium dan pemeriksaan darah tipis untuk melihat perubahan bentuk eritrosit selain parasitnya. Jadi pada preparat darah tipis bisa dibedakan morfologinya, yaitu :
a.    Plasmodium vivax.
Eritrosit membesar pucat dan mengandung schaffner’s dot, trofozoit muda terbentuk cincing dan trofozoit matang berbentuk ameboid (bentuk vivax), hemozoin terdapat berkelompok ditengah trofozoit. Skizon yang matang sudah jelas membagi diri menjadi 14024 merozoit. Juga bisa ditemukan bentuk – bentuk gametosit  betina yang   tampak oval hampir  menutup ½ - ¾ yang dihuninya (diserangnya).
b.    Plasmodium malariae.
Eritrosit tidak membesar. Trofozoit matang berbentuk pita atau komet, kadang terdapat Ziemann’s dot dalam eritrosit, skizon dengan 6 – 12 merozoit, dan merozoit tersebut tersusun roset. Juga bisa dijumpai gametosit jantan dan betina dengan sitoplasma yang hamper bulat.
c.    Plasmodium Falcifarum.
Eritrosit tidak membesar, trofozoit muda (bentuk cincin) banyak sekali didapat bentuk – bentuk accole dan infeksi multipel, pigmen hemozoin tampak padat berwarna cokelat tua. Skizon muda  dan  tua/matang  jarang  didapat  darah  tepi, terdapat 20 – 30 merozoit.
Pemeriksaan darah tepi harus diulang sampai 2 – 3 hari, sebelum menyatakan hasil negatif. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan darah yang diambil melalui fungsi sum – sum tulang atau fungsi limpa. Pemberian epinefrin (uji adrenalin) untuk memaksa parasit keluar karena kontraksi, meskipun dianjurkan namun hasilnya tidak selalu tetap.

9.    Penatalaksanaan Medik
Obat antimalaria terdiri dari 5 (lima) jenis, antara lain :
a.    Skizontisid jaringan primeryang membasmi parasit praeritrosit, yaitu proguanil, pirimetamin.
b.    Skizontisid jaringan sekunder yang membasmi parasit eksoeritrosit, yaitu primakuin.
c.    Skizontisid darah yang membasmi parasit fase eritrosit, yaitu kina, klorokuin, dan amodiakuin.
d.    Gametosid yang menghancurkan bentuk seksual. Primakuin adalah gametosid yang ampuh bagi keempat spesies. Gametosid untuk Plasmodium vivax, Plasmodium malariae, Plasmodium ovale adalah kina, klorokuin dan amodiakuin.
e.    Sporontosid mencegah gametosit dalam darah untuk membentuk ookista dan sporozoit dalam nyamuk Anopheles, yaitu primakuin dan proguanil.
Penggunaan obat antimalaria tidak terbatas pada pengobatan kuratif saja tetapi juga termasuk :
a.    Pengobatan pencegahan (profilaksis) bertujuan mencegah terjadinya infeksi atau timbulnya gejala klinis. Penyembuhan dapat diperoleh dengan pemberian terapi jenis ini pada infeksi malaria Plasmodium falciparum karena parasit ini tidak mempunyai fase eksoeritrosit.
b.    Pengobatan kuratif dapat dilakukan dengan obat malaria jenis skizontisid.
c.    Pencegahan transmisi bermanfaat untuk mencegah infeksi pada nyamuk atau mempengaruhi sporogonik nyamuk. Obat antimalaria yang dapat digunakan seperti jenis gametosid atau sporontosid.

10. Prognosis
a.    Malaria vivaks, prognosis biasanya baik, tidak menyebabkan kematian. Jika tidak mendapat pengobatan, serangan pertama dapat berlangsung selama 2 bulan atau lebih.
b.    Malaria malariae, jika tidak diobati maka infeksi dapat berlangsung sangat lama.
c.    Malaria ovale dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.
d.    Malaria falsiparum dapat menimbulkan komplikasi yang menyebabkan kematian.




B.    Konsep Dasar Keperawatan
1.    Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar proses keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada kecermatan dan ketelitian dalam mengenal masalah klien sehingga memberi arah kepada tindakan keperawatan. Dalam pengkajian yang dilakukan adalah mengkaji data dasar klien meliputi :
a.    Aktifitas/Istirahat
Gejala     : Keletihan, kelemahan, malaise umum, kehilangan produktivitas, kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda      : Takikardia/takipnea, dispnea pada bekerja atau istirahat, letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya.
b.    Sirkulasi
Gejala     : Riwayat kehilangan darah kronis, riwayat endokarditis infeksi kronis.
Tanda      : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar, hipotensi postural, sklera : biru atau putih seperti mutiara.
c.    Integritas Ego
Gejala     : Keyakinan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misalnya penolakan transfuse darah.      
Tanda      : Depresi
d.    Eliminasi
Gejala     : Riwayat piolenefritis, penurunan haluaran urine.
Tanda      : Distensi abdomen.


e.    Makanan/Cairan
Gejala     : Penurunan masukan diet, nyeri mulut atau lidah, mual/muntah, dyspepsia, anoreksia, adanya penurunan berat badan.
Tanda      : Membran mukosa kering, pucat, turgor kulit : buruk, kering, tampak kisut/hilang elastisitas.
f.      Higiene
Tanda      : Kurang bertenaga, penampilan tak rapih.
g.    Neurosensori
Gejala     : Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidakmampuan berkonsentrasi, insomnia.     
Tanda      : Peka rangsang, gelisah, depresi, cenderung tidur, apatis, mental : tak mampu berespons.
h.    Nyeri/Kenyamanan
Gejala     : Nyeri abdomen samar sakit kepala.
i.      Pernafasan
Gejala     : Riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda      : Takipnea, ortopnea, dan dispnea.
j.      Keamanan
Gejala     : Tidak toleran terhadap dingin dan/atau panas, transfusi darah sebelumnya, gangguan penglihatan.
Tanda      : Demam rendah, menggigil, berkeringat malam.
k.    Seksualitas
Gejala     : Perubahan aliran menstruasi misalnya menoragia atau amenore, hilang libido (pria dan wanita).
Tanda      : Serviks dan dinding vagina pucat.































2.    Diagnosa Keperawatan
Definisi kerja diagnosa keperawatan NANDA (North American Nursing Diagnosis Association) adalah penilaian klinis tentang respons individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang aktual da potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang menjadi tanggung gugat perawat.
Dengan demikian diagnosa keperawatan yang dapat muncul antara lain :
a.    Hipertermi berhubungan dengan masuknya sparazoid dalam darah.
b.    Nyeri berhubungan dengan terjadinya infeksi pada hati.
c.    Intoleran aktifitas berhubungan dengan kelemahan.
d.    Perubahan istirahat tidur berhubungan dengan nyeri.
e.    Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
f.      Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

3.    Intervensi
Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari pasien dan/atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Tindakan/intervesi keperawatan dipilih untuk membantu pasien dalam mencapai hasil pasien yang diharapkan dan tujuan pemulangan. Harapannya adalah bahwa perilaku yang dipreskripsikan akan menguntungkan pasien dan keluarga dalam cara yang dapat diprediksi, yang berhubungan dengan masalah yang diidentifikasi dan tujuan yan telah dipilih.


a.    Hipertermi berhubungan dengan masuknya sparazoid dalam darah.
Tujuan     : Hipertermi dapat teratasi dengan kriteria mendemonstrasikan suhu dalam batas normal     (360C – 370C), bebas dari kedinginan.
1).    Pantau suhu klien (derajat dan pola), perhatikan terjadinya menggigil/diaforesis.
Rasional :  Suhu 38,90C – 41,10C menunjukkan proses penyakit infeksius akut. Pola demam dapat membantu menentukan intervensi selanjutnya.
2).    Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen tempat tidur, sesuai indikasi.
Rasional :  Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.
3).    Berikan kompres mandi hangat, hindari pengunaan alkohol.
Rasional :  Dapat membantu megurangi demam. Penggunaan air es/alkohol mungkin menyebabkan kedinginan, peningkatan suhu secara aktual. Selain itu, alkohol dapat mengeringkan kulit.
4).    Berikan selimut pendingin.
Rasional :  Digunakan untuk mengurangi demam umumnya lebih besar dari 39,50C – 400C pada waktu terjadi kerusakan/gangguan pada otak.
5).    Kolaborasi dalam pemberian antipiretik, misalnya paracetamol.
Rasional :  Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralmya pada abdomen.


b.    Nyeri berhubungan dengan terjadinya infeksi pada hati.
Tujuan     : Nyeri dapat teratasi dengan kriteria menyatakan nyeri reda/terkontrol, menunjukkan postur badan rileks, bebas bergerak dan mampu istirahat dengan tepat.
1).    Kaji keluhan nyeri. Perhatika perubahan pada derajat dan sisi (gunakan skala 0-10).
Rasional :  Membantu mengkaji kebutuhan untuk intervensi, dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi.
2).    Awasi tanda vital, perhatikan petunjuk non – verbal, misalnya tegangan otot, gelisah.
Rasional :  Dapat membantu mengevaluasi pernyataan verbal dan keefektifan intervensi.
3).    Berikan lingkungan yang tenang dan kurangi rangsangan penuh stres.
Rasional :  Meningkatkan istirahat dan meningkatkan kemampuan koping.
4).    Ubah posisi secara periodik dan berikan/bantu latihan rentang gerak lembut.
Rasional :  Memperbaiki sirkulasi jaringan dan mobilitas sendi.
5).    Berikan tindakan kenyamanan (misalnya pijatan, kompres dingin) dan dukungan psikologis (misalnya dorongan, keberadaan).
Rasional :  Meminimalkan kebutuhan atau meningkatkan efek obat.
6).    Evaluasi dan dukung mekanisme koping klien.
Rasional :  Penggunaan persepsi sendiri/perilaku untuk menghilangkan nyeri dapat membantu pasien mengatasinya lebih efektif.
7).    Dorong menggunakan teknik manajemen nyeri, contoh latihan relaksasi/nafas dalam, bimbingan imajinasi, visualisasi, sentuhan terapeutik.
Rasional :  Memudahkan relaksasi, terapi farmakologis tambahan, dan meningkatkan kemampuan koping.
8).    Bantu/berikan aktivitas terapeutik, teknik relaksasi.
Rasional :  Membantu manajemen nyeri dengan perhatina langsung.

c.    Intoleran aktifitas berhubungan dengan kelemahan.
Tujuan     : Intoleran aktifitas dapat teratasi dengan kriteria melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari – hari).
1).    Kaji kemampuan klien untuk melakukan tugas/AKS normal, catat laporan kelelahan, keletihan, dan kesulitan menyelesaikan tugas.
Rasional :  Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.
2).    Kaji kehilangan/gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan otot.
Rasional :  Menunjukkan perubahan neurologi karena defisiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien/resiko cedera.
3).    Awasi tekanan darah, nadi, pernapasan, selama dan sesudah aktivitas. Catat respons terhadap tingkat aktivitas (misalnya peningkatan denyut jantung/tekanan darah, disritmia, pusing, dispnea, takipnea, dan sebagainya).
Rasional :  Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
4).    Berikan lingkungan tenang. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan. Pantau dan batasi pengunjung, telepon, dan gangguan berulang tindakan yang tak direncanakan.
Rasional :  Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru.
5).    Ubah posisi klien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
Rasional :  Hipotensi postural atau hipoksia serebral dapat menyebabkan pusing, berdenyut, dan peningkatan resiko cedera.
6).    Gunakan teknik penghematan energi, misalnya mandi dengan duduk, duduk untuk melakukan tugas – tugas.
Rasional :  Mendorong klien melakukan banyak dengan membatasi penyimpangan energy dan mencegah kelemahan.
7).    Anjurkan klien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi, nyeri dada, napas pendek, kelemahan, atau pusing terjadi.
Rasional :  Regangan/stres kardiopulmonal berlebihan/stres dapat menimbulkan dekompensasi/kegagalan.

d.    Perubahan istirahat tidur berhubungan dengan nyeri.
Tujuan     : Perubahan istirahat tidur dapat teratasi dengan kriteria melaporkan mampu istirahat/tidur dengan tepat atau tidak mengalami kesulitan dalam beristirahat.
1).    Kaji pola tidur klien.
Rasional :  Adanya perubahan tidur klien dapat membantu mengidentifikasi intervensi yang sesuai.

2).    Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
Rasional :  Dengan suasana dan lingkungan yang tenang, klien dapat istirahat seoptimal mungkin.
3).    Hindari pelaksanaan tindakan bila klien sedang tidur.
Rasional :  Tidur klien tidak terganggu oleh pelaksanaan tindakan.
4).    Berikan makanan kecil sore hari, susu hangat, mandi dan massase punggung.
Rasional :  Meningkatkan relaksasi dengan perasaan mengantuk.
5).    Turunkan jumlah minum pada sore hari. Lakukan berkemih sebelum tidur.
Rasional :  Mengurangi bangun di malam hari untuk berkemih.
6).    Putarkan musik yang lembut atau suara yang jernih.
Rasional :  Menurunkan stimulasi sensor dengan menghambat suara – suara lain dari lingkungan sekitar yang akan menghambat tidur nyenyak.

e.    Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan     : Defisit perawatan diri dapat teratasi dengan kriteria menampilkan aktivitas merawat diri dengan tingkat kemampuan yang dimiliki dan menyatakan tanggung jawab untuk megubah gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
1).    Kaji kemampuan klien dalam memenuhi perawatan diri.
Rasional :  Mengetahui tingkat kemampuan dan ketergantungan klien dalam merawat dirinya.


2).    Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan klien.
Rasional :  Klien merasa tenang dan tentram dengan ikutya keluarga dalam pemenuhan kebutuhannya.
3).    Bantu klien untuk mandi atau membersihkan badannya.
Rasional :  Memberi suasana nyaman dan segar serta integritas kulit.
4).    Ganti pakaian kotor klien dengan pakaian pakaian yang bersih.
Rasional :  Pakaian yang kotor dapat menjadi transmisi kuman.
5).    Anjurkan klien untuk memotong kuku.
Rasional :  Kuku yang kotor dapat menjadi transmisi kuman.
6).    Anjurkan kepada keluarga untuk mempertahankan personal hygiene klien.
Rasional :  Tubuh yang bersih dapat memberi rasa nyaman dan mencegah komplikasi.

f.      Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Tujuan     : Kecemasan dapat teratasi dengan kriteria menyatakan pemahaman kondisi penyakit, serta menunjukkan keadaan yang tenang.
1).    Kaji tingkat kecemasan klien.
Rasional :  Membantu menentukan intervesi selanjutnya
2).    Beri kesempatan untuk klien dan orang terdekat menyatakan masalahnya.
Rasional :  Membuat perasaan terbuka dan bekerja sama memberikan informasi untuk mengidentifikasi masalah.
3).    Beri umpan balik yang positif terhadap keberhasilan klien walaupun kecil demi kesembuhannya kemadirian klien.
Rasional :  Sistem dukungan dapat memacu klien dalm menghadapi klien.
4).    Ajak kepada klien selalu berdoa sesuai dengan keyakinannya.
Rasional :  Memberikan doronga spiritual dan lebih bersabar.
5).    Beri penjelasan kepada klien dan keluarga mengenai kondisi klien.
Rasional :  Menambah pengetahuan dan pertahanan sehingga mengurangi rasa cemas.

4.    Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien. Hal yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi yaitu : intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual dan tekhnikal, intervensi harus dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis dilindungi dan didokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan laporan. Ada 3 fase implementasi keperawatan yaitu :
a.    Fase persiapan yaitu pengetahuan tentang rencana, validasi rencana, pengetahuan dan keterampilan mengimplementasikan rencana, persiapan klien dan lingkungan.
b.    Fase operasional merupakan puncak implementasi dengan berorientasi pada tujuan. Implementasi dapat dilakukan dengan intervensi independen atau mandiri, dependen atau tidak mandiri serta inetrdependen atau sering disebut intervensi kolaborasi. Bersamaan dengan ini perawat tetap melakukan ongoing assessment berupa pengumpulan data yang berhubungan dengan reaksi klien termasuk reaksi fisik psikologis social dan spiritual
c.    Fase terminasi perawat dengan klien setelah implementasi dilakukan

5.    Evaluasi
Evaluasi adalah membandingkan kesehatan klien dan mengukur keberhasilan dari rencana pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dengan tujuan melakukan umpan balik rencana keperawatan melalui perbandingan hasil dengan standar keperawatan serta memudahkan atau kesulitan evaluasi dipengaruhi kejelasan tujuan tersebut diukur.